Tradisi Ngejot, Tetap Lestari bagi Umat Muslim dan Hindu di Bali

15 September 2021, 13:57 WIB
Perwakilan Peradah menyerahkan sembako saat melaksanakan Peradah Ngejot di Desa Subaya Bangli. Tradisi Ngejot, Tetap Lestari bagi Umat Muslim dan Hindu di Bali. /dok. Peradah/


Portal Bojonegoro – Bali yang memiliki alam yang mempesona dan eksotik hingga terkenal ke mancanegara, juga kaya akan tradisi masyarakat setempat yang masih lestari terjaga.

Salah satunya tradisi Ngejot, atau yang lebih dikenal masyarakat setempat artinya yaitu memberi, dimana budaya tersebut sebagai ungkapan persaudaraan dan pertemanan antar umat Muslim dan umat Hindu di Bali.

"Tradisi Ngejot ini biasa dilakukan masyarakat Bali. Memberi makanan kepada sesama. Ini menjadi bagian dari bentuk pertemanan, persaudaraan bagi sesama," kata Rektor Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus (UHN IGB) Sugriwa, I Gusti Ngurah Sudiana saat ditemui di kantornya seperti lansiran kemenag.go.id, Senin 13 September 2021.

Baca Juga: 5 Khasiat Minum Air Kelapa, Enak lagi Bergizi

Ngejot bagi umat Muslim identik dengan jalinan silaturahim antar keluarga, saudara, kerabat maupun teman lainnya dan merupakan kearifan lokal masyarakat Bali yang masih lestari.

Sementara itu, Ngejot sendiri digelar melalui pertemuan Hindu dan Islam dengan berbagi makanan, kue dan buah – buahan yang diberikan kepada sanak saudara maupun tetangga yang berbeda agama.

Kebiasaan tersebut sering dilakukan terutama saat hari besar keagamaan, seperti Galungan atau Idul Fitri.

Baca Juga: Minuman Jus yang Bisa Mengobati Segala Macam Penyakit dan Memanjangkan Umur, Ini Penjelasannya

"Tradisi ini sudah tumbuh dan berkembang dalam keberagamaan masyarakat Bali. Saling memberi makanan, kue-kue, buah-buahan antar tetangga terdekat di setiap desa atau lingkungan" jelas I Gusti Ngurah Sudiana.

"Saling tolong, saling bantu, baik senang maupun susah, harus tetap dilakukan. Terlebih saat ini, dimana bangsa sedang dilanda Covid-19," sambungnya.

Cucu tokoh Bali IGB Sugriwa yang bernama IGB Agung Suddhajinedra HS ini menambahkan, Tradisi Ngejot sebagai ungkpan rasa terimakasih.

Baca Juga: Membaca Lebih Dalam 'Karakter' Orang Yang Lahir Hari Selasa

Seperti pada upacara Yadnya, misalnya, keluarga wajib untuk memberikan Pengwales (membalas) kebaikan kepada anggota keluarga atau Banjar yang sudah membantu/ memberi kebaikan (Ngejot).

"Ngejot juga bisa diartikan sebagai ikatan persaudaraan. Dalam upacara Galungan misalnya, masyarakat saling memberi makanan. Ini sebagai bentuk rasa kekeluargaan, supaya upacara tersebut dirasakan oleh tetangga atau masyarakat sekitar," kata IGB Agung Suddhajinedra HS.

Selain Ngejot, masyarakat Bali juga mengenal “Menyama Braya”. Menurut Ketua Umum Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Wisnu Bawa Tenaya, Menyama Braya merupakan kekayaan yang utama dalam hidup, jalan untuk menggapai kebahagiaan dan keharmonisan hidup (dharma santhi).

Baca Juga: Penting Untuk Diketahui, Antara Gaya Hidup vs Kualitas Hidup

Menyama Braya mengandung makna persamaan, persaudaraan, serta pengakuan sosial bahwa setiap orang bersaudara atau keluarga. Istilah ini juga mengandung pengertian, menghargai perbedaan dan menempatkan orang lain sebagai keluarga.

"Menyama Braya dalam dinamika dan interaksi masyarakat Bali, berguna untuk terciptanya integrasi sosial di tengah pluralitas agama, etnis, dan budaya. Di sinilah tumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang universal, asah, asih, dan asuh kepada sesama, dan bahkan alamnya," kata Wisnu Bawa Tenaya.

Wisnu Bawa Tenaya menjelaskan, filosofi dasar yang menjiwai kehidupan sosial masyarakat Bali tertuang dalam Tri Hita Karana. Yaitu, ajaran tentang tiga penyebab kesejahteraan yang bersumber pada keharmonisan hubungan antara manusia dengan alam, manusia dengan sesamanya, serta manusia dengan Tuhan.

Baca Juga: Penampilan Wanita yang Menarik Pria, Ini Kategorinya

“Konsep ini menciptakan kerukunan dan keharmonisan antar umat beragama. Dengan terciptanya masyarakat yang rukun dan harmoni, maka secara langsung akan terjadi persaudaraan sosial. Dalam tradisi masyarakat Bali, ini terjadi karena adanya kedekatan hubungan persaudaraan yang tertuang dalam konsep Menyama Braya," tutupnya.***

Editor: M. Irzal

Sumber: kemenag.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler