PORTAL BOJONEGORO - Sebuah kisah fenomenal. Shalat 2 rakaat sebagai bentuk kehati-hatian. Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Bukhari atau yang terkenal dengan sebutan Imam Bukhari lahir di bulan Syawal.
Sang Imam lahir tepatnya pada 13 Syawal 194 H di Bukhara, sebuah daerah di tepi Sungai Jihun, Uzbekistan. Ayahnya, Ismail, adalah seorang ulama yang saleh.
Nama Imam Bukhari tak asing dalam studi-studi Islam. Bahkan menurut Arief Hidayat dalam Al-Islam Studi Hadis Tarbawi, Imam Bukhari merupakan ulama independen yang berotoritas keilmuan terkemuka, sehingga dihormati lintas kalangan.
Penyusunan Shahih Bukhari dilakukannya secara amat hati-hati. Sehingga hasilnya dapat dipertanggung jawabkan.
Baca Juga: Berikut Tata Cara Sholat Subuh Mulai Dari Niat Sampai Pada Salam Rakaat Kedua
Dalam proses amat hati-hatinya ada yang menarik dibalik itu. Seperti dikenang salah seorang muridnya, al-Firbari, Imam Bukhari suatu ketika berkata mengenai mula-mula penulisan Shahih Bukhari itu, “Saya menyusun kitab al-Jami’ as-Shahih ini di Masjid al-Haram, Makkah.
Dan saya tidak mencantumkan sebuah hadis pun kecuali sesudah shalat istikharah dua rakaat, memohon pertolongan kepada Allah, dan sesudah meyakini betul bahwa hadist itu benar-benar shahih.”
Kemudian,tatkala masih di Hijaz, Imam Bukhari mulai menulis mukadimah dan pokok-pokok bahasan Shahih Bukhari, ketika beliau berada di Raudatul Jannah, yakni tempat antara makam Rasulullah SAW dan mimbar Masjid Nabawi.
Barulah beliau menghimpun sejumlah hadist dan menempatkannya ke dalam bab-bab yang sesuai. Selama 16 tahun, Imam Bukhari menghabiskan waktunya dengan tekun menyusun Sahih Bukhari di Hijaz.
Artikel Rekomendasi