Mengenai Kemiskinan Ekstrem Dan Kriterianya. Berikut Penjelasan KSP

- 3 Oktober 2022, 11:27 WIB
Deputi III KSP, Panutan S. Sulendrakusuma.*
Deputi III KSP, Panutan S. Sulendrakusuma.* /Twitter/@KSPgoid

PORTAL BOJONEGORO - Pada keterangan pers yang dilakukan oleh KSP di Jakarta pada Minggu, 2 oktober 2022.

Dalam kesempatan itu, Panutan Sulendrakusuma memaparkan bahwa kemiskinan ekstrim dalam pengertian Bank Dunia didasarkan pada keseimbangan daya beli ( purchasing power parity/PPP). Bukan semata-mata dilihat pada nilai kurs mata uang.

Panutan selaku Deputi III Kantor Staf Presiden ( KSP) menjelaskan hal ini karena menurutnya masih banyak yang salah mengerti tentang kemiskinan ekstrem tersebut.

Baca Juga: Polisi Beberkan Penyebab 127 Orang Tewas Saat Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan

Dikutip dari laman Pikiran Rakyat, Deputi III KSP mengatakan bahwa ini harus diluruskan. Jadi hitungannya berdasar paritas daya beli, bukan mengalikannya dengan kurs dolar Amerika di pasar.

Hal ini disampaikan Panutan untuk menanggapi banyaknya pemberitaan media yang menyebut pendapatan perkapita per hari di Indonesia Rp32.812 atau Rp984.360 per kapita per bulan, dengan asumsi kurs Rp15.216 per dolar Amerika Serikat (AS).

Dalam acuan Bank Dunia berdasarkan pada laporan terkini, yaitu garis kemiskinan esktrem dari 1,90 dolar AS menjadi 2,15 dolar AS per kapita per hari.

Baca Juga: Pemkab Bojonegoro Anggarkan Beasiswa Rp 34,6 Miliar di 2022 Guna Tingkatkan SDM

Dengan hal tersbut,Bank Dunia mengestimasi jumlah penduduk miskin ekstrem di Indonesia pada 2021 mencapai 9,8 juta orang atau setara 3,6 persen populasi.

Angka resmi untuk Indonesia sebagai acuan program pemerintah akan dihitung Badan Pusat Statistik (BPS).

Panutan juga menjelaskan, selain mengubah acuan kemiskinan ekstrem, Bank Dunia juga mengubah asumsi PPP dari 2011 menjadi 2017, yang dihitung melalui International Comparison Program (ICP) agar perbandingan antarnegara dapat dilakukan secara lebih baik.

Baca Juga: Inilah Resep Herbal Untuk Mengobati Nyeri Sendi Menurut dr Zaidul Akbar

"Perubahan PPP ini terjadi karena adanya faktor inflasi," kata Panutan.

Ia juga memaparkan dengan acuan garis kemiskinan ekstrem 2,15 dolar AS dan PPP tahun 2017, maka perhitungan garis kemiskinan ekstrem Bank Dunia setelah dikonversi ke rupiah adalah Rp11.605 per kapita per hari, bukan Rp32.812 per kapita per hari seperti yang latah diberitakan banyak media.

"Bank Dunia sendiri menyatakan jumlah penduduk miskin ekstrem di dunia tidak berubah signifikan setelah perubahan metode tersebut, termasuk di Indonesia," lanjutnya.

Baca Juga: Ketahuilah Ciri - ciri Orang Yang Dipilih Oleh Khodam Leluhur Serta Tanda-tandanya

Deputi III KSP juga menegaskan Presiden Joko Widodo menargetkan pengurangan kemiskinan ekstrem mendekati 0 persen pada 2024.

Untuk mewujudkan hal tersebut, dengan memfokuskan pada tiga pilar yakni mengurangi beban pengeluaran, meningkatkan pendapatan, dan mengurangi kantong-kantong kemiskinan melalui pembangunan infrastruktur dasar.

Pemerintah telah melakukan konvergensi program penanganan kemiskinan ekstrem.

Baca Juga: Sakit Gigi Bisa Sebabkan Sinusitis, Berikut Gejala dan Cara Mengatasinya dari Dokter Spesialis

Seiring dengan perkembangan terkini, pemerintah juga terus berupaya mengendalikan inflasi lewat sinergi kebijakan fiskal dan moneter, serta menyalurkan berbagai program bantuan.

"Tentu targetnya dapat menurunkan inflasi dan mempertahankan daya beli masyarakat, khususnya miskin dan miskin ekstrem," Ujarnya.

"Kantor Staf Presiden akan terus mengawal program penghapusan kemiskinan ekstrem bersama kementerian dan lembaga terkait," tutur Deputi III KSP.*

Editor: Ainur Rofik


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

x